Pages

Sabtu, 22 Oktober 2011

ANALISIS DAN SOLUSI KRISIS INDONESIA 1998 DAN 2008

Makalah Ini Di Susun Untuk memenuhi salah satu Tugas
Mata Kuliah Ekonomi Moneter

ADE SUYITNO 0906576

ANALISIS DAN SOLUSI
KRISIS INDONESIA 1998 DAN 2008

Krisis indonesia tahun 1998
A.    Latar Belakang Krisis


Menurut anilisis penulis, penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi pandang masing-masing pengamat. Berikut ini diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan kejadiannya:

1) Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai, memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas berapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia menganut rezim devisa bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka peluang yang sebesarbesarnya untuk orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka rekening valas di dalam negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri, sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar negeri.
2) Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya,menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga proteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah dan produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yang kualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang, ekspor menjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat overvalued ini sangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata.
3) Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya (bandingkan juga Wessel et al.: 22), ditambah sistim perbankan nasional yang lemah. Akumulasi utang swasta luar negeri yang sejak awal tahun 1990-an telah mencapai jumlah yang sangat besar, bahkan sudah jauh melampaui utang resmi pemerintah yang beberapa tahun terakhir malah sedikit berkurang (oustanding official debt).  Pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta dari 1.800 perusahaan diperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar, sementara utang pemerintah US$ 53,5 milyar. Sebagian besar dari pinjaman luar negeri swasta ini tidak di hedge (Nasution: 12). 
4) Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan pita batas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah dan mengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada tanggal 14 Agustus 1997 (Nasution: 2). Terkesan tidak adanya kebijakan pemerintah yang jelas dan terperinci tentang bagaimana mengatasi krisis (Nasution: 1) dan keadaan ini masih berlangsung hingga saat ini. Ketidak mampuan pemerintah menangani krisis menimbulkan krisis kepercayaan dan mengurangi kesediaan investor asing untuk memberi bantuan finansial dengan cepat (World Bank, 1998: 1.10). 
5) Defisit neraca berjalan yang semakin membesar (IMF Research Department Staff: 10; IDE), yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiah yang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam negeri.


Krisis tahun 2008
A.    Latar Belakang Krisis
Adanya bank hipotik bernama Bear Sterns. Bear Sterns mengkonversi uang tunainya ke dalam kewajiban cicilan utang pokok beserta pembayaran bunga oleh para penghutang atau debitur. Jadi uang tunai atau likuiditasnya berkurang. Namun Bear Sterns memegang surat berharga atau security yang berbentuk kontrak kredit atau tagihan kepada para debiturnya. Bear Sterns mengelompokkan surat-surat tagihan tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang setiap kelompoknya mengandung surat tagih dengan tanggal jatuh tempo pembayaran yang sama. Setiap kelompok ini dijadikan landasan untuk menerbitkan surat utang yang dijual kepada Lehman Brothers (misalnya) dan bank-bank lain yang semuanya mempunyai nama besar. Yang sekarang dilakukan oleh Bear Sterns bukan menerbitkan surat piutang, tetapi surat janji bayar atau surat utang. Atas dasar surat piutang kepada ratusan atau ribuan debiturnya, Bear Sterns menerbitkan surat utang kepada Lehman. Uang tunai hasil hutangnya dari Lehman dipakai untuk memberi kredit lagi kepada mereka yang membutuhkan rumah. Seringkali untuk membeli rumah kedua, ketiga oleh orang yang sama, sehingga potensi kreditnya macet bertambah besar.
Lehman memegang surat utang dari Bear Sterns dan juga dari banyak lagi perusahaan-perusahaan sejenis Bear Sterns. Seluruh surat ini dikelompokkkan lagi ke dalam wilayah-wilayah geografis, misalnya kelompok debitur California, kelompok debitur Atlanta dan seterusnya. Oleh Lehman kelompok-kelompok surat-surat utang dari bank-bank ternama ini dijadikan landasan untuk menerbitkan surat utang yang dibeli oleh Merril Lynch dan bank-bank lainnya dengan nama besar juga. Kita namakan surat utang ini surat utang tertsier. 

 Demikianlah seterusnya, satu rumah sebagai jaminan menghasilkan uang tunai ke dalam kas dan bank-bank ternama dengan jumlah keseluruhan yang berlipat ganda. Media massa negara-negara maju menyebutkan bahwa bank-bank tersebut melakukan sliced and diced, yang secara harafiah berarti bahwa satu barang dipotong-potong dan kemudian masing-masing diperjudikan. Maka banyak bank yang debt to equity ratio-nya 35 kali. Hingga terjadinya “Bubble Economy”.

SOLUSINYA ATAS KRISIS INDONESIA

I.         Kebijakan jangka pendek  Yang di ambil untuk mngetasi krisis
1)      Pemulihan kepercayaan kepada perekonomian dalam negeri serta didukungoleh perbaikan sistem distribusi dan pemulihan kapasitas produksi. Thailanddan Korea adalah dua negara lain di samping Indonesia yang dalam waktuhampir bersamaan mengalami krisis serta meminta bantuan IMF. Sementarakedua negara tersebut sudah melihat light at the end of the tunnel, Indonesiatampaknya masih harus bersabar lebih lama. Salah satu faktor pentingkeberhasilan tersebut ialah kedua negera tersebut berhasil memulihkankepercayaan baik terhadap investor dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu,Indonesia juga harus berusaha keras untuk memulihkan kepercayaan denganmemenuhi keinginan stakeholders melalui pendekatan OUI (outward, upward,dan inward) seperti yang dilakukan Thailand (Watanagase, 1998).9 Pemulihankepercayaan juga dapat dibantu dengan melobi lembaga pemeringkatinternasional, misalnya dengan meminta agar Indonesia tidak dimasukkandalam kategori negative watch. Dengan pulihnya kepercayaan, nilai tukar akanmenguat karena sentimen pasar positif dan terjadi capital inflow sehinggarupiah menguat dan tekanan inflasi mereda. Dengan demikian, suku bungadapat diturunkan ke tingkat yang wajar.
2)             Pelaksanaan restrukturisasi perbankan sesuai jadwal akan membantu menurukan suku bunga melalui dua mekanisme sebagai berikut,  Pertama, keharusan untuk menutup bank insolven dan meningkatkan permodalan bank akan mengurangi permintaan dana di PUAB oleh bank-bank tertentu yangsecara struktural mengalami kekurangan likuiditas.  Kedua, dengandilikuidasinya bank-bank tersebut maka BLBI akan dapat dibatasi sehingga pertumbuhan uang beredar akan terkendali. Dengan demikian, laju inflasi akanmenurun dan suku bunga bisa diturunkan.


II.      Kebijakan jangka menengah-panjang
1)             Kewajiban menempatkan capital inflow jangka pendek di Bank Sentral selamasatu tahun dengan persentase tertentu tanpa imbalan dapat dipertimbangkanuntuk mengurangi Pengertian kebijakan jangka menengah-panjang ini bukan berarti kebijakan yang semuanya akan ditempuh pada jangka menengah- panjang. Sebagian kebijakan tersebut sudah dilaksanakan tetapi hasilnya barutampak pada jangka menengah-panjang dan sebagian lainnya akan lebih tepatuntuk dilaksanakan kemudian. investasi yang hanya mencari keuntungan dariarbitrase dan tidak bermanfaat bagi perekonomian dan mendorong peningkatanarus modal yang berjangka lebih panjang yang lebih bermanfaat bagi perekonomian. Kewajiban seperti ini telah lama diterapkan di Chile dengan mengenakan reserve requirement sebesar 30% selama satu tahun atas aliranmodal masuk.
2)      Pembatasan kewajiban luar negeri baik sektor pemerintah maupun swastaterhadap kreditor luar negeri dalam berbagai bentuk baik berupa pinjamanmaupun surat-surat utang lainnya, seperti CP, MTN, dan FRN. Dalam hal ini pemerintah perlu menetapkan ukuran tertentu untuk membatasi eksposur terhadap luar negeri, misalnya dengan menggunakan nisbah (CA - FDI)/GDP(lihat Djisman Simandjuntak, 1998). Semakin besar nisbah tersebut semakinrentan BoP karena sebagian besar defisit current account dibiayai investasi portfolio yang mudah berbalik arah. Agar efektif pembatasan tersebut, semua pihak yang mempunyai kewajiban kepada pihak luar negeri wajibmenyampaikan laporan secara berkala. Selain itu, untuk meningkatkan kehati-hatian di sektor eksternal, pada tabel BoPperlu ditambahkan memorandumitem berupa data outstanding pinjaman pemerintah dan swasta karena sistem pencatatan data pada BoP adalah didasarkan atas konsep mutasi(flow)sehingga tidak terlihat besarnya eksposur terhadap non-residen.
3)             Penyesuaian struktural di sektor riil melalui deregulasi, penghapusan monopoli, perbaikan sistem distribusi akan dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangigejolak di sektor riil yang sering memicu inflasi. Peningkatan efisiensi produsisektor pangan ²dengan mempertahankan terms of trade yang lebihmenguntungkan bagi petani  akan dapat meningkatkan ketahahan perekonomian.
4)      Di tingkat regional, perlu dibentuk semacam regional surveillance untuk memelihara stabilitas kawasan mengingat bahwa krisis ekonomi di Asia semulamerupakan contagion effect dari krisis nilai tukar Thailand, walaupun faktor domestik juga mempunyai peranan penting dalam terjadinya krisis.
5)      Di tingkat internasional, investor internasional, seperti institutional investor dan hedge fund  yang sifatnya sangat volatile dan cenderung memiliki sifat herd behavior, perlu ditetapkan suatu lembaga yang mengatur kegiatan mereka agar investasinya di negara-negara berkembang dapat bermanfaat bagi perekonomian dan bukan sebaliknya malah menimbulkan instabilitas.  
  Lembaga tersebut dapat,mewaajibkan untuk memonitor kegiatan invesor internasional dan menyampaikan laporan berkala ke semua negara agar negara-negara penerima dana senantiasa mengetahui eskposurnya terhadap investor asing.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar