Pages

Rabu, 31 Oktober 2012

Ade Suyitno dan Fitranty Juara II LKTI Nasional



Angin segar berembus dari dunia penelitian Universitas Pendidikan Indonesia. Pasalnya, tim peneliti muda UPI kembali menorehkan prestasi pada Lomba Karya Tulis Ilmiah di Tingkat Nasional. Penghargaan itu diterima di Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (21/11/2011).
Dengan mengusung ide “Pengembangan Industri Kreatif Mandiri melalui Program Pendampingan Berbasis Local WisdomPendekatan Triple Helix,” tim LKTI UPI yang beranggotakan Fitranty Adirestuty dan Ade Suyitno berhasil menyabet juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional pada agenda rutinan “Active 2011” yang digelar Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Juara lainya diraih tim UGM 1 sebagai juara 1 dengan ketua tim Usman Arief,  disusul juara ke 3 dari tim Undipdengan ketua tim Enjelina Intan Prima Dewi.
Ditemui di Prodi Pendidikan Ekonomi, Fitranty mahasiswi yang juga kerap menjadi Mahasiswa Berprestasi Utama FPEB 2011 berujar, “Awalnya, saya tidak menyangka bakal dapet juara 2, karena yang mengikuti lomba ini 55 tim dari seluruh Indonesia. Apalagi, peserta lain lebih berpengalaman, Eh… tahunya kita dapat juga”.
Sejalan dengan apa yang diungkapkan Fitranty, Ade sebagai patner tim LKTI bertutur, “Semuanya berkat kerja sama tim yang solid. Apalagi ketika kami harus mempertahankan ide yang kami usung dari gempuran pertanyaan juri yang bertubi-tubi”.
LKTI Nasional ini merupakan salah satu kompetisi tahunan bergengsi yang diadakan HMJA FE UNS, di mana kompetisi ini dirancang untuk menguji kemampuan mahasiswa dalam menganalisis permasalahan dengan tema yang diusung terkait strategi menghadapi ACFTA melalui beberapa bidang ilmu. Di antaranya ekonomi, pertanian dan agribisnis, Industri dan Manufaktur, dan Hukum.
Penyelenggaraan acara ini diharapkan mendorong peserta LKTI tidak saja memiliki pemahaman yang kuat mengenai keadaan yang dihadapi, namun juga memberikan solusi aplikatif bagaimana Indonesia bisa struggle dalam menghadapai tantangan AFCTA.
“Apa yang kami raih saat ini buah dari usaha keras juga kekompakan tim kami. Yang terpenting adalah doa dan dukungan dari orang tua, dosen pembimbing, para dosen Prodi Ekonomi juga sahabat kami. Semoga generasi selanjutnya bisa mengukir jejak sang jawara dan lebih baik dari kami. Amiiiin.!!”ujar Ade. (Humas BEM Mahapropesi)

Minggu, 28 Oktober 2012

MENDONGKRAK PRODUK LOKAL DENGAN PENDEKATAN OVOP MELALUI PEMBERDAYAAN HIMADA (HIMPUNAN MAHASISWA DAERAH) PADA INKUBATOR BISNIS KAMPUS


Ade Suyitno
Curriculum Vitae

Ade Suyitno
Pendiri Indonesian Creative Youth (ICY)
dan Sekolah Alam Kreatif (Creative Nature School) Bandung
085659932860
FB : Ade Suyitno Adeno. TWTR : @adeno.


MENDONGKRAK PRODUK LOKAL DENGAN PENDEKATAN OVOP MELALUI
PEMBERDAYAAN HIMADA (HIMPUNAN MAHASISWA DAERAH) PADA INKUBATOR
BISNIS KAMPUS

Fitranty Adirestuty­­1, Nida Afifah2, Ade Suyitno3. FPEB1,  FPEB2,  FPEB3  
Universitas Pendidikan Indonesia
Jln. Setiabudhi No.128 Bandung

Perdagangan bebas di kawasan Asean atau yang dikenal dengan ACFTA  (Asean China Free Trade Agreement) telah mulai dilakukan di tahun 2010. Dengan  disahkan dan diberlakukannya ACFTA ini, maka para pengusaha dalam negeri harus pintar dan cerdik dalam membaca peluang. Persaingan dalam perdagangan internasional (atau pasar pada umumnya) amat ditentukan pada keunggulan yang dimiliki. Usaha kecil dan menengah atau yang biasa disingkat UKM dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian nasional, hal ini dapat terlihat dari data Kementrian KUKM bahwa Usaha kecil dan menengah yang saat ini jumlahnya sekitar 51,26 juta unit atau 99,91% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia namun keadaanya kini sedang terancam karna masih banyak UKM yang belum memiliki kemampuan yang cukup memadai untuk menghasilkan produk yang bersaing di pasar global.

Salah satu upaya Pemerintah  Indonesia untuk menghadapi era ACFTA ini adalah menerapkan program One Village One Product atau yang biasa disingkat  OVOP. Penerapan OVOP ini digunakan untuk meningkatkan kualitas dan akses pasar industri kecil dan menengah (IKM), Hal ini sesuai dengan Peraturan Menperin Nomor 78 Tahun 2007 tentang Peningkatan Efektifitas Pengembangan IKM Melalui Pendekatan OVOP. Kenyataannya penerapan OVOP selama ini belum seratus persen berhasil dilakukan karena beberapa hal. Menurut Wapres Budiono, Pengembangan OVOP harus dilakukan dengan penelitian yang mendalam mengenai produk apa yang cocok untuk satu desa."Targetnya juga harus jelas." Sebenarnya produk usaha kecil dan menengah banyak yang berkualitas, hanya belum banyak memiliki jaringan baik pasar lokal atau  pasar yang lebih besar, termasuk ke luar negeri.

Suatu alternatif model baru bagaimana mendongkrak produk lokal agar bersaing di tatanan nasional bahkan Internasional melalui pemberdayaan fungsi HIMADA (Himpunana Mahasiswa Daerah) sebagai agent of exchange dan Inkubator bisnis kampus dalam proses perluasan pemasaran, meningkatakan penjualan produk local, sampai pada peningkatkan geliat wirausaha di dalamnya, maupun pengembangan penyerapan tenaga kerja di daerah, sehingga nantinya diharapkan akan terjadi trickle down effect dari Inkubator bisnis yang bekerjasama dengan HIMADA Kampus yang berimbas pada kemajuan UKM di setiap daerah bahkan pada peningkatan pendapatan nasional Negara dengan pendekatan OVOP.

Mendongkrak produk lokal ujung tanduknya adalah peningkatan kualitas produk dan pemasaran yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yang dapat dilakukan adalah melalui Inkubator Bisnis. Peranan Inkubator Bisnis menjadi strategis karena dapat menciptakan lapangan kerja baru, menumbuhkan wirausaha baru, dan dapat menjadi wadah dalam mengimplementasikan berbagai inovasi produk yang dihasilkan oleh berbagai pihak serta sarana kerjasama pemasaran.

Inkubator Bisnis yang dikelola secara profesional dan mendapat dukungan dari Pemerintah dan pihak terkait lainnya, terbukti mampu menciptakan lapangan kerja. (menurut laporan Bank Indonesia –2006, di Uni Eropa, dengan jumlah Inkubator sebanyak 900 telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penciptaan lapangan kerja, yaitu sebanyak 40.000 orang setiap tahun). Inkubator Bisnis telah memberikan nilai tambah terhadap perekonomian melalui percepatan pengembangan usaha baru/pemula dan membantu memaksimalkan pertumbuhannya dimana hal tersebut sulit dicapai tanpa bantuan inkubator.

Sebagian besar (72%) Inkubator Bisnis di Indonesia didirikan oleh Perguruan Tinggi, sedangkan sisanya (28%) didirikan oleh Non-Perguruan Tinggi yang terdiri dari swasta (Yayasan) sebanyak 21% dan lembaga pemerintah 7%. Sementara itu, jika dilihat dari faktor yang menjadi pendorong berdirinya Inkubator Bisnis, sebagian besar (71%) Inkubator Bisnis didirikan karena adanya peluang bisnis, sedangkan sisanya karena inovasi teknologi (29%). Sebagian besar (79%) inkubator memiliki Visi tersendiri secara jelas yang berbeda dengan visi lembaga induk yang menaunginya. Sementara 21% tidak memiliki Visi tersendiri melainkan mengikuti Visi lembaga induk atau yang menaunginya. Sektor ekonomi yang paling banyak menjadi prioritas binaan Inkubator Bisnis berturut turut dari yang paling besar adalah sektor industri kecil dan kerajinan (62%); sektor jasa (19%); sektor pertanian (13%); dan sektor perdagangan (6%).

Berkaitan dengan dimulainya era AFCTA, salah satu upaya Pemerintah  Indonesia untuk menghadapinya adalah menerapkan program One Village One Product atau yang biasa disingkat  OVOP. Penerapan OVOP ini digunakan untuk meningkatkan kualitas dan akses pasar industri kecil dan menengah (IKM), tidak hanya meliputi IKM kerajinan, tapi juga makanan dan minuman, produk herbal, dan interior, dan lain-lain ke tingkat global serta diproduksi secara kontinyu dan konsisten. Kementerian Koperasi dan UKM RI memperluas produk unggulan daerah yang lazim disebut OVOP - One Village One Product--satu desa dengan satu produk unggulan, bahkan lebih satu produk di 100 titik di 33 provinsi berbasiskan peningkatan mutu dan daya saing agar produk unggulan itu bernilai tambah melalui industri pengolahan/processing (value chain), pengepakan, perluasan jaringan pemasaran secara integrasi dan lain-lain hingga tahun 2014. (www.depkop.go.id)

Payung hukum dalam pengembangan OVOP tersebut antara lain UU No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, UU No.20 tahun 2008 tentang UKM, Inpres No.6 tahun 2007 tentang Percepatan Sektor Riil dan Pembangunan Sektor UMKM yang juga mengamanatkan pengembangan sentra melalui pendekatan OVOP.
Langkah-langkah yang akan di lakukan pemerintah untuk mensukseskan program OVOP, Pada tahun 2011-2012 meliputi peningkatan nilai tambah produk unggulan melaui industri pengolahan melalui dukungan sarana prosesing. Peningkatan akses pasar produk yang dihasilkan melalui temu usaha (business matching) serta desain, paking dan promosi produk lokal, nasional maupun internasional. Kemudian peningkatan suplai chain product unggulan OVOP melalui produk dan pemasaran. Serta pengembangan kapasitas SDM melalui pendampingan,penyuluhan,pelatihan dan studi banding.
Di tahun 2013-2014, peningkatan dan perluasan pendampingan komunitas masyarakat lokal sesuai dengan potensi ekonomi daerah. Terus diperkuat dan ditingkatkan lagi nilai tambah produk melalui industri pengolahan dan paking. Peningkatan promosi ekonomi masyarakat secara menyeluruh (budaya, produk dan potensi alam) di tingkat provinsi serta promosi produk unggulan OVOP secara nasional dan internasional (fairs and events, festival).

Model Optimalisasi Peran Inkubator Bisnis Kampus dan Himada Untuk Mendongkrak produk Lokal

Penerapan OVOP pada Inkubator Bisnis
Dari aspek kelembagaan, replikasi program OVOP nampaknya dapat dikaitkan dengan program sentra bisnis, dimana terjadi pemusatan produk OVOP. Inilah kaitannya dengan Inkubator kampus sebagai sentra melalui pemberdayaan HIMADA nya. Seperti pada umumnya anggota sebuah HIMADA selalu memiliki link yang lebih banyak dan pengetahuan yang lebih matang tentang daerahnya dan khususnya produk asli daerahnya. Dalam proses ini meraka dapat berperan sebagai distributor produk lokal dari daerah asal masing-masing. 
Eksistensi produk lokal daerah terlihat masih sangat kurang tersoroti. Hanya segelintir orang yang tahu adanya produk unggulan suatu daerah. Disamping karena barang-barang tersebut sulit ditemui, hal ini juga disebabkan kurangnya fasilitas yang membantu perluasan pemasarannya, dan juga kurang sadarnya para pemuda masa kini untuk ikut meningkatkan potensi daerahnya.
Sentralisasi OVOP dapat juga sekaligus meningkatkan brand  produk tersebut. Hal ini mendorong produsen-produsen  produk di daerah pun akan lebih kreatif dalam menciptakan dan menginovasi produknya juga menjaga dan meningkatkan kualitas  demi peningkatan penjualan.
HIMADA Kampus Sebagai Solusi Aplikatif Pendekatan OVOP pada Inkubator Bisnis
HIMADA kampus merupakan himpunan mahasiswa yang menghimpun mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari satu daerah yang sama. Setiap kampus tentu memiliki banyak HIMADA yanng memfasilitasi program-program guna mendukung peningkatan mutu daerah mereka. Melalui pendekatan OVOP yang diaplikasikan dalam inkubator bisnis kampus, tentu HIMADA dapat ikut berpartisipasi dalam meningkatkan prestasi produksi daerah mereka dengan menjadi distributor produk asli daerah dan dipasarkan di Inkubator bisnis kampusnya.
Selain untuk memperluas pasar produksi produk, melalui konsep OVOP ini dapat juga menjadikan Inkubator bisnis sebagai tempat saling pertukaran informasi suatu daerah dengan daerah lainnya. Partisipasi HIMADA memegang peran untuk mengenalkan produk unggulan daerahnya dan dapat memberi kontribusi untuk dan dapat mendongkrak prestasi-prestasi produk masing-masing daerah. Secara luas efek pengaplikasian OVOP juga dapat mengurangi beban perluasan distribusi produk di daerah, dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para produsen-produsen melalui perluasan pasar produknya. Secara makro melalui metode OVOP dengan dipermudah oleh HIMADA Kampus dalam informasi dan penyaluran produk pada inkubator bisnis, dapat meningkatkan produksi daerah begitu pula dengan mutu kewirausahaannya.

Tabel 1.1 HIMADA Kampus Universitas Pendidikan Indonesia
No
HIMADA
DAERAH ASAL
PRODUK
1
IMT
Tasikmalaya
Kerajinan tangan
2
IKADA
Indramayu
Makanan Asinan
3
FILA UPI NTB
Lombok (NTB)
Assesoris(mutiara)
4
GALUH TARUNA
Ciamis
Galendo, Sale
5
ASGAR
Garut
Dodol (Chocodot)
6
IMB
Bandung
Kerajinan Tangan (Miniatur Angklung)
7
PERMAIS
Subang
Dodol Nanas
8
STUFEN
Banten
Kerajinan Tangan
9
PERMASISEL
Sumsel
Empek-Empek
10
IMS
Sumedang
Keripik Tahu




Akademisi (Mahasiswa dan Dosen)
Karya tulis ini dapat menjadi bahan yang menarik untuk didskusikan serta dilakukan penelitian lebih lanjut, untuk menghasilkan temuan-temuan baru yang  membangun dan bermanfaat untuk semua pihak terkait. Dalam tataran praktiknya Inkubator bisnis dan penerapan konsep karya tulis ini, dapat melahirkan generasi entrepreneur muda melalui aplikasi juga  dapat menambah penghasilannya.  
Pemerintah
Karya tulis ini dapat dijadikan sebaai referensi untuk mengembangkan OVOP dalam konteks pemberdayaan HIMADA (Himpunan Mahasiswa Daerah ) di tataran Perguruan Tinggi sehingga secara tidak langsung Pemerintah turut pula mendukung aktifitas mahasiswa dalam inkubator bisnisnya untuk mengangkat produk lokal unggulan tiap daerah.
Entrepreneur
Jika konsep yang ada dalam karya tulis ini dapat benar-benar diimplementasikan, maka manfaat terbesar yang akan diperoleh para enterpreuneur  adalah adanya  peningkatan  baik kualitas dan kuantitas penjualan produk mereka, baik di dalam negeri maupun di luar negeri terutama dalam menghadapi era ACFTA.
Masyarakat
Karya tulis ini dapat menjadi bahan aplikatif, meningkatkan produksi usaha daerah, semakin berkembang untuk kemudian dapat mengembangkan dan menyerap tenaga kerja dari masyarakat, sehingga dapat menjadi bagian dari peningkatan kesejahteraan masyarakat.



PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE (TPS) DAN RPP PADA MATA PELAJARAN EKONOMI


Next >> Contoh Artikel Nasional Pemenang Lomba Blog

Next> > Contoh Paper Internasional Conference

Next>> Contoh Karya Ilmiah Pemenang Nasional

Next>> Contoh Artikel Ilmiah Internasional

Next>> Contoh Esai /Essay Ilmiah Pemenang Limas UI

FB : Ade Suyitno Adeno. TWTR : @ade_suyitno.

PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE (TPS)
PADA MATA PELAJARN EKONOMI

Model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu program pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan di indonesia rata-rata masih menggunakan metode konvensional, hal ini disebabkan oleh siswa yang tidak bisa mandiri. Metode pembelajaran yang kurang bervariasi menyebabkan siswa merasa bosan belajar. Selain itu tingkat pengetahuan yang dimiliki perserta didik masih diperlukan pengawasan yang cukup dari guru. Dengan metode ceramah kebanyakan siswa tidak dapat berkembang dan kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran serta pengetahuan yang diterima siswa kurang meluas. Pada umumnya guru masih menggunakan metode konvensional (ceramah), membahas LKS, dan tanya jawab, yang mana dalam tanya jawab tersebut hanya siswa tertentu saja yang mau bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru sehingga pembelajaran kurang bervariasi. Hal tersebut menyebabkan siswa merasa bosan dan cenderung meremehkan guru dengan ramai sendiri bersama teman sebangkunya, maka akan membuat motivasi belajar siswa rendah. 

Rendahnya motivasi belajar ekonomi dan sikap siswa tersebut berdampak terhadap hasil belajar. Selain itu, pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat tradisional. Pada materi tertentu terkadang menggunakan diskusi, namun sebatas diskusi konvensional, sehingga sering dijumpai siswa yang masih tergantung pada teman atau guru dan siswa cenderung malas untuk berfikir. Untuk mengatasi permasalahan di atas, diperlukan suatu metode pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar, sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Upaya peningkatan motivasi dan hasil belajar ekonomi siswa dilakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share(TPS).


Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu metode pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student oriented).

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya dan sebagai salah satu alternatif pembelajaran inovatif yang dapat mengembangkan keterampilan berkomunikasi dan proses interaksi di antara individu yang dapat digunakan sebagai sarana interaksi sosial di antara siswa dan sekaligus menjawab masalah yang ada dalam proses pembelajaran di sekolah.

Pembelajaran Kooperatif  Model Think-Pair-Share (TPS)
Think-Pair-Share (TPS) atau berpikir, berpasangan, berbagi  merupakan  suatu metode pembelajaran kooperatif. Model Think-Pair-Share (TPS) tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif, model Think-Pair-Share (TPS) dapat juga disebut sebagai model belajar mengajar berpasangan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland Think-Pair-Share (TPS) sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royong. Model ini memberikan kesempatan siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan siswa lain. 

Model pembelajaran Think-Paire-Share dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland tahun 1985. Think-Paire-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memberi kesempatan kepada pada untuk siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan model pembelajaran ini, yaitu mampu mengoptimalkan partisipasi siswa (Lie, 2004:57).

Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak pada siswa untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model Think-Pair-Share (TPS) sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas. Sebagai suatu model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) memiliki langkah-langkah tertentu. 

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Paire-Share adalah:

  1. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok.
  2. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas sendiri.
  3. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya.
  4. Kedua pasangan bertemu kemnali dalam kelompok berempat. Siswa berkesempatan  untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004:58).
Tahap utama dalam pembelajaran Think-Paire-Share menurut Ibrahim (2000:26-27) adalah sebagai berikut:
Tahap 1. Thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi pelajaran. Kemudian siswa diminta memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 2. Pairing (berpasangan)
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan merumuskan jawaban yang dianggap paling benar atau paling meyakinkan.
Tahap 3. Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan, keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melapirkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran dengan pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, karena siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan pasangannya. Selanjutnya pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif.
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah:
  1. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.
  2. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.
  3. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
  4. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
  5. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran (Hartina, 2008: 12).
Pembelajaran kooperatif Model think pair share pada pembelajaran ekonomi
Kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat berjalan dengan baik jika ditunjang oleh berbagai komponen pembelajaran yang efektif dan memadai, disamping itu guru sebagai pengajar sekaligus pendidik dituntut untuk lebih kreatif dan selektif didalam memilih metode pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah. Penerapan metode pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS) merupakan salah satu metode kooperatif yang efektif  yang sangat baik untuk diterapkan seorang guru guna meningkatkan prestasi belajar siswa. Disamping itu penerapan metode pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS) siswa dituntut untuk mengolah terlebih dahulu kemampuannya sendiri setelah itu baru masing-masing siswa diminta untuk saling berpasangan dengan teman sebangkunya untuk mendiskusikan hasil fikirannya, dan pada akhirnya pasangan-pasangan itu diminta untuk saling berbagi jawaban dengan teman sekelasnya melalui mekanisme diskusi. Pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS) menuntut keterlibatan, kerjasama dan gotong-royong dalam proses pelaksanaanya sehingga terjadi interaksi, komonikasi antar siswa, penguasaan materi dalam proses pembelajaran lebih berhasil hal ini sangat cocok untuk beberapa pembahasan di pelajaran ekonomi.

Think-Pair-Share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh Lyman pada tahun 1981. Resiko dalam pembelajaran TPS relatif rendah dan struktur pembelajaran kolaboratif pendek, sehingga sangat ideal bagi guru dan siswa yang baru belajar kolaboratif.  TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota).
TPS memiliki prosedur belajar yang terdiri atas siklus regular dari aktivitas pembelajaran kooperatif. Namun, tahapan TPS dimasukkan sebagai tahapan review setelah siswa bekerja dalam tim. Adapaun siklus regular pembelajaran yang dimaksud adalah :
1.                   Tahapan pengajaran
2.                   Tahapan belajar tim
3.                   Tahapan tps
4.                   Tahapan penilaian
5.                   Tahapan rekognisi/penghargaan.

Dalam TPS, guru menantang dengan pertanyaan terbuka dan memberi siswa setengah sampai satu menit untuk memikirkan pertanyaan itu. Hal ini penting karena memberikan kesempatan siswa untuk mulai merumuskan jawaban dengan mengambil informasi dari memori jangka panjang. Siswa kemudian berpasangan dengan satu anggota kelompok kolaboratif atau tetangga yang duduk di dekatnya dan mendiskusikan ide-ide mereka tentang pertanyaan selama beberapa menit.

Guru dalam hal ini dapat mengatur pasangan yang tidak sekelompok untuk menciptakan variasi gaya gaya belajar bagi siswa. Struktur TPS memberikan kesempatan yang sama pada semua siswa untuk mendiskusikan ide-ide mereka.  Hal ini penting karena siswa mulai untuk membangun pengetahuan mereka dalam diskusi ini, di samping untuk mengetahui apa yang mereka dapat lakukan dan belum ketahui. Proses aktif ini biasanya tidak tersedia bagi siswa dalam pembelajaran tradisional hal ini sangat cocok untuk beberapa pembahasan di pelajaran ekonomi.

Setelah beberapa menit guru dapat memilih secara acak pasangan yang ingin berbagi di hadapan kelas. Proses ini dapat dilakukan dengan meminta inisiatif siswa. Siswa biasanya lebih rela untuk merespon setelah mereka memiliki kesempatan untuk mendiskusikan ide-ide mereka dengan teman sekelas karena jika jawabannya salah, rasa malu dapat dirasakan bersama. Selain itu, tanggapan yang diterima sering lebih intelektual sehingga melalui proses ini siswa dapat mengubah atau merefleksi ide-ide mereka.

Struktur TPS juga meningkatkan keterampilan komunikasi lisan siswa ketika mereka mendiskusikan ide-ide mereka dengan satu sama lain. “Intermezzo” singkat ini juga dapat dijadikan kesempatan yang tepat bagi guru untuk membahas konsep yang akan didiskusikan atau dipelajari siswa pada periode berikutnya. Salah satu variasi dari struktur TPS ini adalah siswa dapat menuliskan pikiran mereka di sebuah kartu dan mengumpulkannya. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk melihat apakah ada masalah dalam pemahaman mereka.

Dalam Implementasinya secara teknis Howard (2006) mengemukakan lima langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TPS, sebagai berikut:
Step 1 : Guru memberitahukan sebuah topik dan  menyatakan berapa lama setiap siswa akan berbagi informasi dengan pasangan mereka.
Step 2  : Guru akan menetapkan waktu berpikir secara individual.
Step 3  : Dalam pasangan, pasangan A akan berbagi; pasangan B akan mendengar.
Step 4 : Pasangan B kemudian akan merespon pasangan A.
Step 5 : Pasangan berganti peran.
Pembelajaran kooperatif besar karena otak yang berbeda memungkinkan untuk berkonsentrasi pada ide-ide yang sama. Semua siswa berasal dari orang tua yang berbeda dan karena itu mereka memiliki kekuatan dalam bidang yang berbeda, sehingga hal ini cocok untuk pembelajaran kooperatif. Dalam Pembelajaran TPS, jika siswa tidak kuat dalam sebuah topik, atau tidak sepenuhnya memahami konsep ide, pasangan mereka dapat membantu memahami dan menjelaskannya kepada mereka. Jika siswa masih tidak mengerti mereka bisa mencoba untuk memberi pemahaman secara sederhana dan akrab. Biasanya dua otak bekerja lebih baik dari pada satu.

Pembelajaran TPS dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberi rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang.

Pembelajaran TPS juga mengembangkan keterampilan, yang sangat penting dalam perkembangan dunia saat ini. Pembelajaran TPS bisa mengajarkan orang untuk bekerja bersama-sama dan lebih efisien, biasanya kegiatan praktik perlu dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Dengan bekerja sama, dua orang dapat menyelesaikan sesuatu lebih cepat hal ini sangat cocok untuk beberapa pembahasan di pelajaran ekonomi.

Aplikasi Pembelajarann Kooperatif  TPS pada RPP Ekonomi : 



RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) EKONOMI
SMA N 2 BANDUNG
Mata Pelajaran                      : Ekonomi
Kelas/ Semester                    : X / 2
Pertemuan Ke                        : 16
Waktu                                     : 1 X Pertemuan (2 X 45 Menit}
Pengajar                                 : Ade Suyitno


I.                   STANDAR KOMPETENSI
4.        Memahami kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi

II.                KOMPETENSI DASAR
4.1    Mendeskripsikan masalah-masalah yang dihadapi pemerintah di bidang ekonomi
4.2    Mengidentifikasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi.

III.             MATERI POKOK
A.       Masalah-masalah yang dihadapi oleh pemerintah dalam bidang ekonomi:
·      Kemiskinan
Kemiskinana merupakan salah satu masalah yang dihadapai oleh Negara Indonesia.
·      Pengangguran
Penggangguran terjadi karena lapangan kerja yang tersedia tidak mampu menampung orang yang sudah masuk angkatan kerja.
·      Kesenjangan distribusi pendapatan
Kesenjangan distribusi pendapatan menunjukan perbedaan yang mencolok antara golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
·      Ketimpangan neraca perdagangan internasional.
B.       Kebijakan ekonomi pemerintah:
Pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah merupakan suatu proses multidimensional untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi. Kebijakan tersebut mencakup segala aspek ekonomi maupun non ekonomi.
·       Sasaran kebijakan ekonomi
 Menentukan sasaran yang akan dicapai dan kebijakan ekonomi
·       Strategi kebijakan ekonomi
 Untuk mencpai sasarannya, kebijakan ekonomi diarahkan pada:
1.     Peningkatan output yang tinggi dan terus-menerus
2.     Peningkatan penggunaan tenaga kerja tinggi dan penurunan pengangguran
3.      Pengurangan dan pemberantasan kemiskinan serta ketimpangan distribusi pendapatan
4.      Perubahan sosial, sikap mental dan tingkah laku masyarakat serta lembaga pemerintah
·       Bentuk kebijakan ekonomi
Pemasalahn ekonomi yang dihadapi tersebut diatasi dengan beberapa kebijakan nyata.
Kebijakan untuk mengatasi kemiskinan
·       Kebijakan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat
·       Pembangunan pertanian dan usaha kecil
·       Pembangunan sumber daya manusia
·       Peranan lembaga swadaya masyarakat
Kebijakan untuk mengatasi penggaguran
·       Meningkatkan program padat karya
·       Mendirikan balai latihan keterampilan
·       Meningkatkan industrialisasi
·       Menggiatkan program keluarga berencana
Kebijakan untuk mengatasi kesenjangan distribusi pendapatan
Program kebijakan pemerataan distribusi pendapatan ditunjukan untuk menaikan produktivitas tenaga kerja

IV.             INDIKATOR
4.2.1        Mendeskripsikan masalah-masalah yang dihadapi pemerintah dibidang  ekonomi
4.2.2        Menentukan alternatif memecahkan masalah yang dihadapi pemerintah dibidang ekonomi

V.                TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan pembelajaran, siswa diharapkan memiliki :
1.      Siswa dapat mendeskripsikan permasahalan dalam bidang ekonomi
2.      Siswa dapat mengidentifikasi kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan di bidang ekonomi

VI.             METODE/ MODEL PEMBELAJARAAN
Pendekatan                         :  Student Center Approach
Model                                  :  Cooperative Learning
Metode                                :  Ceramah dan Think Pair Share (TPS)

VII.          KEGIATAN PEMBELAJARAAN

LANGKAH
KEGIATAN
WAKTU
1. Orientasi
Guru memberi salam, mengkondisikan kelas untuk memusatkan perhatian siswa, mengecek kehadiran siswa, dan guru memeriksa kesiapan ruangan, alat atau media pembelajaran.
5’
2.  Appersepsi
Guru memberikan pertanyaan tentang materi yang telah diberikan.
3.  Motivasi
Guru memberikan ilustrasi model/ kasus yang mengarah pada materi yang akan dibahas
10’
4.  Eksplorasi dan konsolidasi
Langkah-langkah:
1.      Guru Menyampaikan kompetensi/ indikator yang ingin dicapai.
2.      Guru menjelaskan gambaran umum permasalahan di bidang ekonomi.
3.      Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk membaca dan memahami materi.
4.      Guru siswa ke dalam kelompok di mana setiap kelompok terdiri dari 2 orang yaitu teman satu meja yang masing-masing kelompok akan mendapat artikel studi kasus.
5.      Masing-masing kelompok berupaya untuk mencari berbagai jawaban dari soal yang di buat kelompok lain.
6.      Siswa dengan pasangannya akan mempresentasikan hasil pembahasan atas permasalahan yang di dapat.
7.      Siswa yang lain dipersilahkan untuk menanggapi hasil persentasi setiap kelompok
8.      Guru memberikan kesimpulan hasil diskusi kelompok
50’
5.  Evaluasi
Siswa menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan indikator  yang  telah dibahas, guru memberikan penilaian
10’
6.  Refleksi
Seorang siswa mewakili kelas dipersilahkan untuk menyampaikan pesan dan kesan yang dialami selama PBM
5’
7.  Penugasan
Guru memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah berkaitan dengan :
a.    Siswa mengklasifikasikan permasalahan di bidang ekonomi yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggalnya.
b.    Mempelajari materi yang akan dibahas pada pertemuan yang akan datang
10’




VIII.       SUMBER DAN ALAT PEMBELAJARAN
·           Referensi buku ekonomi kelas X :
1.      Supriyanto (2012). Ekonomi SMA untuk Kelas X. Masmedia. Sidoarjo
2.      Mintiyasih Indriayu ( 2009). Ekonomi SMA X. Jakarta
3.      Ahman, Eeng. (2007). Ekonomi SMA Kelas X. Grafindo : Bandung
4.      Alam. (2007). Ekonomi SMA Kelas X. Esis : Jakarta
·           Masyarakat sekitar, kantin, koperasi dll
·           Keluarga siswa
·           Koran/ Majalah/ Gambar/ CD Pembelajaran
·           Alat pembelajaran : LCD dan Laptop

IX.             PENILAIAN
Prosedur                      : Penilaian dilakukan selama proses dan setelah kegiatan
  pembelajaran
Bentuk Tagihan           : Tes Tertulis dan Penugasan.
Jenis Tagihan               : Tugas Individu dan kelompok
Bntuk Instrument        : Presentasi, Uraian dan pilihan ganda, Hasil diskusi dikelas,
  Hasil lembar kerrja Tugas Rumah Individu dan Kelompok
Pembobotan Nilai       :
BENTUK PENILAIAN
SOAL
NILAI
JUMLAH
Pilihan ganda
Satu soal
1
10
Jawaban Uraian
1
1
10
2
2
3
2
4
2
5
3
       Skor Tertinggi = PG + Esai/2 = 10
       Penilaian proses diskusi dan keaktifan siswa :

No
Nama
Aspek yang dinilai
Keterangan
Mengemukakan
Ide / pertanyaan / jawaban
1



2



3



4



5







Kepustakaan Jurnal:
Anita, Lie. 2004. Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT.Gransindo

Hartina. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Paire Share (TPS) terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 5 Makassar (Studi pada Materi Pokok Laju Reaksi). Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA, UNM.

Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya University Press

Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Konstekstual (Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas). Jakarta: Gramedia Widiasarana.